Minggu, 29 September 2013 | 17:59 WIB
Mobil Hibrida Dinilai Cocok Jadi Mobil Masa Depan
Berita Terkait
- Kata Jusuf Kalla Soal Mobil Murah dan Tren Dunia
- Penjualan Kendaraan Niaga Mitsubishi Tumbuh
- Harga Kaca Film Mobil Bakal Naik
- Suzuki Ingin Hilangkan Citra Mobil Angkutan
- Swift Sporty Bidik Penggemar Mobil Balap
Topik
- #Industri Otomotif
Ia menjelaskan, saat ini harus ada pemisahan antara industri dan kemacetan. Kepadatan di jalan raya saat ini, kata Jusman, diakibatkan oleh infrastruktur, bukan pertambahan peredaran kendaraan. Ia menyebut sekarang muncul perdebatan mengenai industri dan kemacetan.
"Karena orang-orang mencampurbaurkan kemacetan dan industri," ucapnya. Jusman menyatakan, kemacetan yang nantinya makin parah, bukan disebabkan LCGC, melainkan infrastruktur, seperti jalan, yang masih belum memadai. Ia menjelaskan, yang bisa menjadi solusi adalah membangun infrastruktur baru dan "mass rapit transit" (MRT).
Menurut dia, dua hal tersebut adalah satu-satunya solusi untuk menekan kemacetan. "Seperti yang dilakukan di Tokyo juga," ujar Jusman.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Angkutan Darat (DPP Organda), Eka Sari Lorena mengatakan LCGC yang sesungguhnya belum ada. "Indonesia belum bisa "benchmarking" ke negara lain, karena di dunia sebenarnya memang belum ada," ucapnya.
Ia menjelaskan, konsep hijau atau "green" pada kendaraan baru bisa terbukti jika kendaraan jenis tersebut mampu mengurangi jumlah kendaraan di jalan. Eka pun berharap rakyat tidak dirugikan dengan kehadiran LCGC.
"Saya tidak marah kalau industri memang mau jualan, tapi jangan sampai rakyat dibohongi," ucapnya.
Organda juga mempertanyakan konsep LCGC. "Di mana letak "green"nya bila ternyata tetap mengkonsumsi bahan bakar minyak?" tanya Eka.
Ia menuturkan, mobil murah terus diperdebatkan. Eka mengungkapkan, di tengah minimnya oembangunan infrastruktur transportasi dan ancaman kemacetan total di Jakarta serta kota besar lainnya, pemerintah pusat malah menerbitkan kebijakan mobil murah. Pemerintah, kata dia, dinilai tidak sensitif membaca kondisi di lapangan.
Eka mengatakan, kendaraan bermotor roda empat yang hemat energi dengan harga terjangkau atau (KBH2) hadir dan sudah terjual puluhan ribu unit. Padahal, ia melanjutkan, rakyat menginginkan transportasi massal seperti "subway" atau monorel di tengah kemacetan Jakarta yang mencapai dua hingga tiga jam perjalanan.
"Mana lebih penting, naik kendaraan pribadi kemudian berebut di jalan sempit, atau mendorong hadirnya angkutan umum perkotaan yang andal?" tanya Eka. Ia mengatakan, selama puluhan tahun, keberpihakan pemerintah terhadap transportasi umum sangat minim. Akibatnya, ia menuturkan, masyarakat mencari solusi melalui mobil dan motor yang akhirnya menimbulkan kemacetan.
MARIA YUNIAR